EKOSISTEM HUTAN TANAMAN

Menurut Marsono (2000), pada prinsipnya hutan tanaman secara ekologis adalah bentuk simplifikasi sistem alam dengan tuntutan ekonomis sebagai pengendali utama. Pengembangan lebih lanjut terhadap motivasi ekonomi tersebut dilakukan dengan simplifikasi berbagai komponen sistem antara lain jenis (jenis yang bergenetis baik), bentuk dan struktur (stratifikasi tajuk dan atau perakaran), input energi (biaya) dan penggantian natural stabilizing factor (homeostasis ekosistem) dengan chemical stabilizing factor (pupuk, pestisida dan lain-lain).

Keseluruhan manipulasi ini dikemas dalam bentuk metode dan sistem silvikultur dengan output utama produktivitas. Jika prinsip hutan tanaman masih tetap seperti ini maka pelestarian jangka panjang akan diragukan, atau pada suatu saat secar finansial akan tidak ekonomis lagi, karena harus menanggung beban atribut fungsional yang sudah tidak berjalan lagi.



Ekosistem hutan tanaman yang terbentuk akibat adanya berbagai simplifikasi melahirkan hutan dengan hanya satu strata, tidak terdapatnya keseimbangan alamiah sehingga hutan rentan terhadap kerusakan dan juga serangan hama dan penyakit. Selain itu siklus hara dan siklus energi tidak berlangsung dengan baik serta membutuhkan biaya pengelolaan yang relatif besar agar menghasilkan output yang diinginkan. Hal lain yang terjadi akibat siklus hara dan siklus energi yang tidak berlangsung dengan baik adalah terjadinya penurunan kualitas tempat tumbuh.


Keberadaan ekosistem hutan tanaman khususnya dengan sistem monokultur seperti yang terlihat pada gambar di atas, di sini terlihat bahwa hutan tanaman yang terbentuk dari tegakan yang monokultur berdampak bagi terjadinya erosi jika manajemen lahan yang tidak tepat (gambar a dan b), selain itu rentan terhadap serangan hama dan penyakit (gambar c dan b). Selain dampak kerusakan langsung yang terlihat di lapangan, dampak lain yang di alami oleh hutan tanaman dengan sistem monokultur yaitu penurunan produktivitas dan penurunan bonita. Bahkan di beberapa tempat terjadi kebocoran fosfat dan neraca hara bahkan terjadinya penurunan kuantitas air.

Simplifikasi yang terjadi pada hutan tanaman menyebabkan integritas ekosistem tidak dapat dipertahankan lagi, kaidah ekosistem hutan menjadi hilang, terfragmentasi, sehingga memacu parahnya water yield dan kualitas air, sempitnya ruang gerak satwa, tererosinya sumberdaya genetik dan penurunan produktivitas hutan dalam jangka panjang (Soekotjo, 1999 dalam Marsono, 2000a). Menurut Marsono (2000a), terfragmentasinya ekosistem akan berakibat menurunnya produktivitas jangka panjang dan terjadi eutrofikasi/ pendangkalan jika lahan di bawahnya terdapat waduk atau badan sungai.

Selanjutnya menurut Marsono (2000a), dengan penekanan hutan produksi yang berfungsi ekonomis yang setinggi-tingginya maka telah terjadi bahwa hutan tanaman dianggap kurang atau tidak memperhatikan aspek konservasi, sehingga muncul isu penting sebagai berikut :

  • Simplifikasi ekosistem hutan secara berlebihan sehingga struktur hutan yang terbentuk selalu monokultur. Struktur hutan ini memutuskan sama sekali kaidah ekosistem hutan sehingga atribut fungsional ekosistem tidak operasional.
  • Stabilitas hutan menjadi rendah (natural stabilizing factor tidak berfungsi, sehingga cenderung mengganti menjadi chemical stabilizing factor yang biayanya mahal dan tidak ramah lingkungan).
  • Kemunduran site quality/bonita/tapak hutan. Banyak lahan hutan tanaman yang mengalami kemunduran hutan tanaman yang ditandai dengan penurunan produktivitas atau kejemuan jenis tertentu sehingga harus diganti dengan jenis tanaman yang lain.
  • Faktor hidroorologi belum/tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Hal ini dapat dilihat pada besarnya frekuensi banjir hampir setiap sungai yang ada pada setiap musim penghujan. Akan tetapi sebaliknya pada musim kemarau banyak sungai yang debitnya sangat kecil dan bahkan kering tidak berair. Kondisi ini akan semakin memprihatinkan jika kualitas air juga menjadi parameter faktor ini. Dengan keruhnya air sungai, ini telah menjadi fenomena umum disetiap hutan tanaman.


Pustaka :

Marsono, Djoko, 2000a. Perspektif Ekosistem Konservasi di Hutan Produksi, Prosiding Seminar Nasional, Keharusan Konservasi Dalam peningkatan Produktivitas dan Pelestarian Hutan Produksi, 81-99

Marsono, Djoko, 2000b. Keharusan Konservasi dalam Pengelolaan Hutan, Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, 57-96

Marsono, Djoko, 2001. Perspektif Ekologis Pengelolaan Hutan dalam Rangka Otonomi Daerah dan Pelestarian Lingkungan, Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, 35-56

Soekotjo, 2000. Strategi Untuk Mengimplementasikan Kesepakatan Internasional, Prosiding Seminar Nasional Keharusan Konservasi dalam Peningkatan Produktivitas dan Pelestarian Hutan Produksi, 62-80.

Artikel Terkait :

1 comment:

  1. selamatkan hutan alam, mari menanam menciptakan hutan alam yang kayunya untuk produksi industri perkayuan kita, stop pembalakan liar, beralihlah ke HTR, salam

    ReplyDelete

Mohon Komentar. Terima Kasih

JURNAL PENELITIAN

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer